POJOK GIZI #15: "Obat dan Makanan, Apakah Bisa Saling Mempengaruhi?"

Obat dan Makanan, Apakah Bisa Saling Mempengaruhi?

Obat dapat mengatasi dan menyembuhkan berbagai macam masalah kesehatan dengan mekanisme tertentu, meskipun harus diketahui secara tepat pemakaiannya, untuk menjamin keamanan dan efektivitasnya. Secara garis besar perjalanan obat untuk dapat menimbulkan efek yang diinginkan terdiri dari proses Adsorpsi, Distribusi, Metabolisme, hingga Ekskresi. Penerimaan tiap orang terhadap obat tertentu memiliki perbedaan efektivitas yang dipengaruhi oleh kondisi konsumen obat sendiri, seperti profil lipid, ekspresi genetic tubuh, kadar albumin, status gizi, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, asupan makan sebagai faktor eksternal juga memiliki pengaruh besar terhadap obat-obat tertentu. Makanan dapat mempengaruhi metabolism obat, begitu pula sebaliknya. Hal ini berkaitan dengan interaksi antara zat-zat gizi dan senyawa yang terkandung dalam makanan dengan senyawa yang terkandung dalam obat. Berikut beberapa contoh interaksi obat dan makanan.
a. Obat-obatan anti-osteoporosis seperti Fosamax atau Actonel akan menurun efeknya hingga 60% jika diminum bersama dengan kopi atau jus jeruk.
b. Obat asma (golongan teofilin) dapat menurun efeknya ketika dikonsumsi bersama dengan makanan tinggi protein seperti daging sapi, telur, dan lain sebagainya. Sedangkan asupan kafein dapat meningkatkan efek obat asma.
c. Aspirin yang berperan sebagai antikoagulan dapat menurunkan pengambilan vitamin C oleh leukosit dan meningkatkan kehilangan urin, menurunkan kadar zat besi, asam folat, natrium, kalium dalam sistemik, terutama jika diberikan dalam jangka waktu yang lama dan dosis tinggi. Maka perlu diperhatikan konsumsi zat gizi dalam makanan selama pemakaian aspirin sebagai terapi medis sehingga tidak menimbulkan defisiensi zat gizi atau penurunan status gizi.
d. Siproflaksasin dan tetrasiklin yang berperan sebagai antibiotik (antibakteri) dapat bereaksi membentuk suatu kompleks atau khelat dengan mineral-mineral seperti Mg2+, Ca2+, Fe2+. Mineral-mineral tersebut banyak terdapat dalam susu dan produk olahannya. Ikatan yang terbentuk tidak dapat larut sehingga obat tidak dapat dimetabolisme dan memberikan efek yang diharapkan.
e. Grapefruit atau buah sejenis jeruk bali yang dapat menghambat metabolism banyak obat dengan cara menginaktivasi enzim metabolism pada usus, sehingga menyebabkan kadar obat dalam darat tetap tinggi. Hal ini mengakibatkan risiko terjadinya keracunan obat.
f. Konsumsi obat MAOI, yaitu sejenis obat antidepressant, dapat menghambat pemecahan tiramin dalam tubuh, sehingga apabila konsumsi obat ini disertai dengan asupan diet tinggi tiramin seperti keju, daging awetan, kecap, dapat menyebabkan krisis hipertensi.
Beberapa contoh di atas hanya sebagian kecil dari interaksi obat dan makanan. Oleh karena itu diperlukan koordinasi lebih lanjut antara masing-masing petugas kesehatan agar untuk meminimalisir interaksi obat dan makanan, yang mana dapat memperlambat proses medikasi. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui efek, dosis, metabolisme, dan kontra-indikasi dari obat yang akan kita konsumsi. Jadikanlah makananmu sebagai obat, bukan obat sebagai makananmu. (BK)
Referensi:
Boullata, Joseph I., dkk. Handbook of Drug–Nutrient Interactions. New Jersey: Humana Press.
Handayani, Dian, dkk. 2015. Nutrition Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hardinsyah, dkk. 2017. Ilmu Gizi, Teori & Aplikasi. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Helmayati, Siti, dkk. 2016. Buku Saku Interaksi Obat dan Makanan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


Komentar