POJOK GIZI #14: "Anemia Defisiensi Zat Besi pada Remaja"

Anemia Defisiensi Zat Besi pada Remaja
Oleh: Muji Triyani
Anemia gizi defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering terjadi di dunia. Hasil Riskesdas 2013 menunjukan bahwa 22,7% remaja putri mengalamianemia gizi besi.Anemia gizi besi adalah keadaan di mana terjadi penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) yang ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit (red cell count)(Bakta IM, 2006).
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia gizi besi karena mempunyai kebutuhan zat besi yang tinggi untuk pertumbuhan dan untuk mengganti kehilangan zat besi akibat menstruasi. Penelitian menunjukan bahwa 27% anak perempuan usia 11-18 tahun tidak memenuhi kebutuhan zat besinya sedangkan anak laki-laki hanya 4%, hal ini menunjukan bahwa remaja putri lebih rawan untuk mengalami defisiensi zat gizi (Webster, 2012). Sedangkan menurut penelitian Sari, dkk (2016) sebanyak 92,9% sampel remaja putri perkotaan dan 76% sampel remaja putri perdesaan di kabupaten Banyumas mengalami anemia berdasarkan hasil pemeriksaan hemoglobin darah.
Prevalensi anemia yang cukup besar pada remaja putri ini karena pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Selama periode remaja, massa tulang meningkat dan terjadi remodeling tulang, jaringan lunak,organ-organ, dan bahkan massa sel darah merah meningkat dalam hal ukuran(DiMeglio, 2000). Pertumbuhan tersebut menyebabkan kebutuhan zat besi meningkat secara dramatis dan pada saat remaja inilah kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi.
Menurut FAO/WHO (2001), kebutuhan zat besi yangdiperlukan remaja putri untuk pertumbuhan berbeda antara early adolescencedan middle adolescence. Kebutuhan zat besi yang lebih besar diperlukan olehearly adolescence karena pada usia tersebut growth spurt lebih intens terjadi dibandingkan middle adolescence. Secara keseluruhan, kebutuhan zat besi meningkat dari kebutuhan saat sebelum remajasebesar 0.7-0.9 mg Fe/hari menjadi 2.2 mg Fe/hari atau mungkin lebih saat menstruasi berat. Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan waktu danukuran growth spurt sama seperti kematangan seksual dan terjadinyamenstruasi. Sehingga apabila terjadi kekurangan zat gizimakro dan mikro pada usia remaja baik early adolescence maupun middle adolescence dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual (Beard 2000).
Remaja putri lebih mudah terserang anemia karena:
1.    Pada umumnya lebihbanyak mengkonsumsi makanan nabati yangkandungan zat besinya sedikit, dibandingkandengan makanan hewani, sehingga kebutuhantubuh akan zat besi tidak terpenuhi
2.    Remaja putri biasanya ingin tampil langsing,sehingga membatasi asupan makanan
3.    Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6mg yang diekskresi, khususnya melalui feses
4.    Remaja putri mengalami haid setiapbulan, di mana kehilangan zat besi ± 1,3 mgperhari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria (Budiman, 2016).
Gejala klinis dari anemia defisiensi besi sulit dibedakan dengan gejala anemia pada umumnya, karena gejala klinis berupa asimptomatik. Mudah lemah, lelah, sulit berkonsentrasi dan penurunan produktivitas merupakan gejala yang tidak spesifik. Penurunan kognitif, gangguan mental dan penurunan fungsi motorik juga dilaporkan banyak terjadi pada remaja yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Penurunan sistem imun dan gagal jantung dapat juga disebabkan akibat anemia defisiensi besi (Afryan, 2016).
Menurut Bakta (2006), anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya asupan besi, gangguan penyerapan besi di jaringan dan organ, serta kehilangan besi akibat perdarahan dalam waktu yang lama. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan yang relatif lama dapat berasal dari:
1.    Saluran cerna: akibat dari tukak peptik,pemakaian salisilat atau NSAID, kankerlambung, divertikulosis, hemoroid, daninfeksi cacing tambang.
2.    Saluran genitalia (perempuan): padawanita siklus menstruasi menyebabkanperdarahan setiap bulannya.
3.    Saluran kemih: hematuria.
4.    Saluran nafas: hemoptisis.
5.    Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnyajumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi(bioavailabilitas) besi yang rendah.
6.    Kebutuhan besi meningkat, seperti padaprematuritas, anak dalam masapertumbuhan, dan kehamilan.
7.    Gangguan absorbsi besi, seperti padagastrektomi dan kolitis kronik, ataudikonsumsi bersama kandungan fosfat(sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol(coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susudan produk susu).
Anemia gizi besi dikalangan remaja jika tidak tertangani dengan baik akan berlanjut hingga dewasa dan berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu, bayi lahir prematur, dan bayi dengan berat lahir rendah. Selain itu, anemia gizi besi dapat menyebabkan lekas lelah, konsentrasi belajar menurun sehingga prestasi belajar rendah dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Spear, 2000).
Mengingat dampak yang ditimbulkan anemia begitu besar terhadap pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, maka sebagai generasi muda kita harus mencegah terjadinya anemia defisiensi zat besi dengan mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi. Untuk memaksimalkan absorbsi zat besi dalam tubuh, maka jangan mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi bersamaan dengan zat yang dapat menghambat penyerapan, seperti fitat. Selain itu, kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi yang dapat menghambat penyerapan zat besi.

Referensi :
Afryan, Ristyaning. 2016. Madu sebagai Peningkat Kadar Hemoglobin pada Remaja Putri yang Mengalami Anemia Defisiensi Besi. Majority Volume 5,  Nomor 1.
Bakta IM. 2006.Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. In : Sudoyo AW, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. edisi IV, jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. p.622-623.
Beard JL. 2000. Iron Requirements in Adolescent Females. The Journal Of Nutrition 130: 440S–442S.
Budiman. 2016. Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Zat Besi (Fe) dan Status Gizi terhadap Kejadian Anemia Gizi Besi (Agb) pada Siswi di Sman 4 Cimahi. Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 3 No. 1.
DiMeglio G. 2000. Nutrition in Adolescence. Journal of the American Academy of Pediatrics
FAO/WHO. 2001. Human Vitamin and Mineral Requirement. Rome : FAO Food &Nutrition Division.
Sari, dkk. 2016. Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri di Wilayah Kabupaten Banyumas. Jurnal Kesmasindo Volume 8, Nomor 1, Januari 2016, Hal. 15-33
Spear, Bonnie A. 2000.Adolescent Nutritions : General. In :Nutrition Throughout the Life Cycle. McGraw-Hill.Boston. p.262.
Webster-Gandy, Joan, Angela Madden, Michelle Holdsworth. 2012. Oxford Handbook of Nutrition and Dietetics. English: Oxford public press.


Komentar