POJOK GIZI #13: "Pengaruh Body Image terhadap Remaja"

Pengaruh Body Image terhadap Remaja
Oleh : Rahmi Hijriani

Sifat alami manusia yang tidak pernah cukup mengubah pola fikir seseorang menjadi terpaku akan sesuatu. Adanya perbedaan tubuh ideal dan tidak ideal sebagai salah satu dampak yang saat ini sangat melekat di benak masyarakat.Tubuh ideal identik dengan fisik yang sempurna, cantik, langsing, tinggi, dan atletis.Dari situ lah muncul berbagai penilaian orang tentang bentuk tubuh atau yang dikenal dengan Body Image.Presepsi seperti inilah yang kemudian menimbulkan banyak perilaku-perilaku negatif bahkan gangguan psikologis pada seseorang karena ambisinya untuk mendapatkan tubuh yang ideal.Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai  factor- factor yang mempengaruhi dan gangguan yang disebabkan persepsi terhadap Body Image.

a.      Body image
Body Image adalah konsep pribadi seseorang tentang penampilan fisiknya, dimana masing-masing orang memiliki persepsi sendiri pada tubuhnya (Cash 2008). Body image merupakan sikap individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya.Perasaan mengenai citra diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, feminitas dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan dan kekuatan (Romansyah & Natalia 2012).
Periode penting terkait dengan perkembangan body image terjadi pada masa remaja awal, khususnya bagi para remaja putri. Perkembangan remaja putri pada masa remaja awal terkait dengan meningkatnya berat badan, body image yang negatif, dan dorongan yang kuat untuk memiliki tubuh yang kurus serta melakukan diet (Levine & Smolak dalam Cash & Pruzinsky, 2002). Gross (dalam Santrock, 2003) mengungkapkan bahwa para remaja putri seringkali tidak puas dengan keadaan tubuhnya dikarenakan bertambahnya lemak tubuh pada diri mereka, sedangkan para remaja putra menjadi lebih puas karena massa otot mereka meningkat. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kecenderungan untuk menjadi gemuk (overweight) ataupun obesitas menjadi sumber keprihatinan bagi para remaja putri. Obesitas itu sendiri merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Hasdianah, dkk., 2014).
Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa prevalensi nasional obesitas umum pada perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, prevalensi nasional obesitas umum pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu 32,9% dibanding 19,7%. Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada perempuan dari tahun 2007 sebesar 13,9% dan pada tahun 2010 sebesar 15,5%. (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh (body image) seseorang (Cash & Pruzinsky, 2002), yaitu 1) sosialisasi kebudayaan, 2) pengalaman-pengalaman interpersonal, 3) karakteristik fisik, 4) faktor kepribadian.Pada faktor kepribadian, self-esteem merupakan faktor yang sangat penting terkait dengan perkembangan body image. Seseorang yang memiliki self-esteem yang positif akan mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya seseorang yang memiliki self-esteem yang buruk akan meningkatkan body image yang negatif. Cash (dalam Seawell & Burg, 2005), mengungkapkan bahwa terdapat lima aspek pada body image (citra tubuh), yaitu 1) appearance evaluation (evaluasi penampilan), 2) appearance orientation (orientasi penampilan), 3) body areas satisfaction (kepuasaan terhadap bagian tubuh), 4) overweight preoccupation (kecemasan untuk menjadi gemuk), 5) self classified weight (pengkategorian tubuh).

b.      Self- esteem
Self-esteem merupakan sikap seseorang berdasarkan persepsi tentang bagaimana ia menghargai dan menilai dirinya sendiri secara keseluruhan, yang berupa sikap positif atau negatif terhadap dirinya (Rosenberg, 1965 dalam Mruk, 2006). Self-esteem itu sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan body image. Seseorang yang memiliki self-esteem yang positif akan mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya seseorang yang memiliki self-esteem yang buruk akan meningkatkan body image yang negatif (Cash & Pruzinsky, 2002).
Pada masa remaja awal, terjadinya berbagai perubahan terutama perubahan fisik membuat para remaja putri menunjukkan perhatian yang sangat besar pada bentuk tubuhnya. Remaja putri yang mengalami obesitas akan lebih merasa tidak puas dengan tubuhnya dan merasa malu dengan berat badan yang dimiliki dibandingkan dengan teman-teman sebayanya yang memiliki berat badan normal, sehingga hal tersebut menyebabkan mereka mengembangkan body image yang negatif (Schwartz & Brownell, 2004).
Shroff & Thompson (2006) juga mengungkapkan bahwa remaja putri yang mengalami obesitas lebih tidak puas dengan tubuhnya yang mengarah pada terbentuknya body image negatif dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki berat badan normal.Bagi para remaja putri, pembicaraan mengenai penampilan dan berat badan sangatlah sensitif.Tekanan yang diterima dari teman-teman sebaya untuk memiliki tubuh yang kurus sangat terkait dengan internalisasi yang kuat terhadap ketidakpuasan pada tubuh yang dimiliki.Tekanan-tekanan yang berasal dari teman-teman sebaya, mempengaruhi para remaja dalam berperilaku untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman sebayanya.
Sebab itu pada masa remaja awal, para remaja putri cenderung memiliki self-esteem yang rendah (Guindon, 2010). Terlebih lagi para remaja putri yang obesitas mengakibatkan stigma negatif, yang membawa konsekuensi psikologis maupun sosial, dimana menimbulkan kecemasan sosial, depresi, body image yang negatif, dan rendahnya kepuasan hidup karena mereka lebih sering ditolak dan dikucilkan oleh teman-temannya. Remaja putri yang mengalami obesitas lebih banyak mengalami diskriminasi dibandingkan dengan remaja putra terkait dengan interaksi sosial dengan teman sebayanya yang mengakibatkan mereka tidak puas dengan keadaan tubuhnya sehingga membentuk body image yang negatif (Pearce, dkk., 2002).
Coopersmith (1967 dalam Mruk, 2006) menyatakan bahwa self-esteem merupakan evaluasi individu dan kebiasaan memandang dirinya sendiri, yang mengarah pada penerimaan atau penolakan, serta keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki, atau dengan kata lain self-esteem merupakan penilaian personal mengenai perasaan berharga yang diungkapkan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. Cobb (2000) juga menyatakan bahwa harga diri (self-esteem) merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, apa yang diyakini, baik penilaian yang positif maupun negatif tentang diri mereka. Berdasarkan paparan-paparan diatas mengenai definisi self-esteem, maka dapat disimpulkan bahwa self-esteem merupakan penilaian individu tentang bagaimana ia menghargai dan menilai dirinya sendiri secara keseluruhan, yang berupa sikap positif atau negatif terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya.
Remaja yang memiliki body image positif menunjukkan bahwa mereka merasa puas terhadap bentuk tubuh dan penampilannya.Mereka tidak peduli dengan figur wanita ideal yang ada di masyarakat, namun mereka menerima segala perubahan pada bentuk tubuhnya. Berbeda dengan remaja yang memiliki body image negatif, yang merasa bentuk tubuh dan penampilannya tidak sesuai dengan apa yang ada di media maupun apa yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya. Body image yang negatif akan berdampak pada rendahnya self-esteem yang dimiliki, stress secara emosional, kebiasaan perilaku diet yang tidak sehat, kecemasan, depresi, gangguan makan, kesehatan seksual yang terancam, social withdrawal, dan berhenti melakukan kegiatan olahraga (http://wellbeing. rice.edu/bodyimage). Berdasarkan hasil analisis data, maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self-esteem dengan body image pada remaja awal yang mengalami obesitas.
Hubungan antara kedua variabel tersebut menghasilkan koefisien korelasi yang positif, yang berarti bahwa semakin tinggi self-esteem yang dimiliki oleh remaja awal yang mengalami obesitas, maka semakin positif pula body image mereka..Bagi remaja awal yang mengalami obesitas disarankan untuk lebih menghargai tubuh yang dimiliki dan menggali potensi dalam diri.Sehingga nantinya para remaja awal, khususnya remaja putri dapat menilai dirinya secara lebih positif. Bagi keluarga, interaksi sosial dari anggota keluarga berupa komentar dan kritik yang diberikan oleh anggota keluarga mengenai penampilan fisik akan berpengaruh terhadap perkembangan citra tubuh (body image) para remaja. Oleh karena itu, diharapkan para anggota keluarga, khususnya orang tua memberikan bimbingan terkait dengan perkembangan fisik dan dukungan kepada para remaja awal khususnya remaja putri yang mengalami obesitas.
Begitu juga pada kondisi tertentu persepsi terhadap bentuk tubuh dapat menimbulkan kelainan-kelainan fisiologi seperti:
1.      ANOREKSIA NERVOSA
Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa (AN) dimaksudkan dengan “keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira 85% dari yang diprediksi, ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan, dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.”
AN terbagi kepada dua jenis. Dalam jenis restricting-tye anorexia, atinya menurunkan berat badan dengan berdiet saaja tanpa makan berlebihan (binge eating) atau muntah kembali (purging). Mereka tidak mengkonsumsi karbohidrat dan makan mengandung lemak. Manakala pada tipe binge-eating/purging, individu tersebut makan secara berlebihan kemudian memuntahkannya kembali secara segaja (APA, 2005)

1.1  Gambaran Klinis
Kebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita kelaparan atau malnutrisi. Makan, makanan dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi. Seseorang dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang kali, menjaga porsi makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan kuantiti yang sangat kecil dan terhadap pada sebagian makanan (Wonderlich et al, 2005).
Kebanyakan pasien dengan AN juga akan mempunyai masalah psikiatri dan macam-macam penyakit fisik, termasuk depresi, ansietas, perilaku terasuk (obsessive), penyalahgunaan zat, komplikasi kardiovaskular dan neurologis, dan perkembangan fisik yang terhambat (Becker et al, 1999). Gejala lain yang mungkin terlihat dari waktu ke waktu termasuk penipisan tulang (osteopenia atau osteoporosis), rambut dan kuku yang rapuh, kulit yang kering dan kekuningan, perkembangan rambut halus dikeseluruhan tubuh (misalnya, lanugo), anemia ringan, kelemahan dan kehilangan otot, konstipasi berat, tekanan darah rendah, pernafasan dan pols yang melemah, penurunan suhu tubuh internal; menyebabkan orang tersebut sering merasa dingin, dan kelesuan (Wonderlich, 2005).

2.      Bulimia Nervosa
2.1  Definisi
Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif , akan kehilangan nafsu  ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja dan berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin juga dapat terjadi (Chavez dan Insel, 2007).
DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan nonpurging.Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau muntah secara berlebihan.

2.2 Gambaran Klinis
BN digolongkan pada orang yang mengalami episode konsumsi makanan dengan jumlah yang sangat banyak (misalnya, binge-eating) secara rekuren dan sering, dan merasakan kurangnya penguasaan terhadap makan.Perilaku binge-eating diikuti dengan perilaku yang mengkompensasi binge dengan menyingkirkan makanan yang dimakan (misalnya, muntah, penggunaan obat cuci perut atau diuretik yang berlebihan), berpuasa atau senaman yang berlebihan (APA, 2005).
Tidak seperti AN, orang yang menderita BN dapat jatuh kepada golongan dengan berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka.Akan tetapi, seperti AN, mereka juga mempunyai ketakutan untuk pertambahan berat badan, dan sangat nekad untuk mengurangi berat badan, merasa ketidakbahagiaan hebat atas ukuran dan bentuk tubuh.Kebiasaannya, perilaku bulimia adalah rahasia, karena selalu disertai dengan perasaan jijik dan malu.Siklus perilaku binging dan penyingkiran ini selalu berulang selama beberapa kali dalam seminggu (APA, 2005).
Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan penyalahgunaan zat.Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek penyingkiran penyakit, termasuklah ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah berkaitan dengan rongga mulut dan gigi (APA, 2005).
Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada pemaparan terhadap asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal distress dan iritasi akibat penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada ginjal akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan cairan dari tubuh (APA, 2005).
Gangguan mood adalah sering terjadi pada pasien dengan BN dan simptom cemas dan tegang (tension) sering dialami (Chavez dan Insel, 2007). Kebanyakan pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahsiakannya daripada keluarga dan teman-teman. (APA, 2005)
Hasil penelitian  juga menunjukkan bahwa sebanyak 29,27% atau 12 subjek memiliki body image rendah, yang menunjukkan bahwa subjek memiliki body image negatif. Subjek yang memiliki body image negatif lebih banyak dibandingkan hanya 3 subjek yang memiliki body image positif dengan persentase sebesar 7,32%. Pada kategorisasi self-esteem juga menunjukkan bahwa sebanyak 24,39% atau 10 subjek berada dalam kategori self-esteem yang rendah. Subjek yang memiliki self-esteem yang rendah lebih banyak dibandingkan hanya 6 subjek yang memiliki self-esteem yang tinggi dengan persentase sebesar 14,63%. Hasil penelitian  juga menunjukkan bahwa sebanyak 29,27% atau 12 subjek memiliki body image rendah, yang menunjukkan bahwa subjek memiliki body image negatif. Subjek yang memiliki body image negatif lebih banyak dibandingkan hanya 3 subjek yang memiliki body image positif dengan persentase sebesar 7,32%. Pada kategorisasi self-esteem juga menunjukkan bahwa sebanyak 24,39% atau 10 subjek berada dalam kategori self-esteem yang rendah. Subjek yang memiliki self-esteem yang rendah lebih banyak dibandingkan hanya 6 subjek yang memiliki self-esteem yang tinggi dengan persentase sebesar 14,63%.
Berdasarkan hasil analisis data, maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self-esteem dengan body image pada remaja awal terutama remja yang mengalami obesitas. Hubungan antara kedua variabel tersebut menghasilkan koefisien korelasi yang positif, yang berarti bahwa semakin tinggi self-esteem yang dimiliki oleh remaja awal yang mengalami obesitas, maka semakin positif pula body image mereka.Adapun beberapa saran untuk remaja awal yang mengalami obesitas dan keluarga.Bagi remajaawal yang mengalami obesitas disarankan untuk lebih menghargai tubuh yang dimiliki dan menggali potensi dalam diri.Sehingga nantinya para remaja awal, khususnya remaja putri dapat menilai dirinya secara lebih positif. Bagi keluarga, interaksi sosial dari anggota keluarga berupa komentar dan kritik yang diberikan oleh anggota keluarga mengenai penampilan fisik akan berpengaruh terhadap perkembangan citra tubuh (body image) para remaja. Oleh karena itu, diharapkan para anggota keluarga, khususnya orang tua memberikan bimbingan terkait dengan perkembangan fisik dan dukungan kepada para remaja awal khususnya remaja putri yang mengalami obesitas dan tetapkanlah dalam diri bahwa memiliki tubuh yang sehat lebih penting daripada memiliki tubuh yang kurus dengan selalu memperhatikan pola makan yang teratur lagi seimbang, serta menambah aktifitas fisik  dan syukurilah kondisi tubuh yang kita miliki sebagaimana adanya diberikan oleh Sang Pencipta.

Referensi :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.(2007). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 Provinsi Jawa Timur.Jakarta, Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta, Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Body Image.Diakses pada tanggal 6 Oktober 2014 dari http://wellbeing.rice.edu/bodyimage/.
Cash, T.F. (2012).Cognitive-Behavioral Perspectives on Body Image.Encyclopedia of Body Image and Human Appearance ,Vol. 1.
Cobb, N.J. (2000). Adolescence: Continuity, change, and diversity (4th ed). California: Mayfield Publishing Company.
Ermanza, G.H. (2010). Hubungan antara Harga Diri dan Citra Tubuh pada Remaja Putri yang Mengalami Obesitas dari Sosial Ekonomi Menengah Atas.Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Guindon, M.H. (2010). Self-esteem across the lifespan: Issues and interventions (5th ed). New York : Routledge Taylor & Francis Group.

Komentar