POJOK GIZI #12: "Gula vs Gula Rendah Kalori, Mana yang Lebih Sehat?"

Gula vs Gula Rendah Kalori, Mana yang Lebih Sehat?
Oleh Rahmi Hijriani

Pernah mendengar informasi tentang gula rendah kalori? Ya, gula rendah kalori ternyata banyak dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu solusi bagi mereka yang sedang melakukan diet penurunan berat badan yang sering dilakukan oleh kaum wanita. Dengan mengkonsumsinya, diharapkan agar mereka bisa mengurangi asupan gula setiap harinya sehingga resiko mengalami obesitas atau peningkatan kadar gula dalam darah pun bisa ditekan. Namun, apakah memang benar jika gula rendah kalori ini bisa menjadi solusi sehat bagi kita yang menyukai makanan atau minuman manis?

Apa Itu Gula?
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Gula ini disebut juga dengan gula alami atau pemanis alami, karena berasal dari tanaman. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).
Menurut American Heart Foundation, perempuan sebaiknya tidak mengkonsumi lebih dari 100 kalori tambahan dari gula perhari dan laki – laki 150 kalori per harinya. Artinya, untuk perempuan tidak lebih dari 25 gr per hari, dan 37,5 gr untuk laki – laki. Jumlah itu sudah mencakup gula di minuman, makanan, kudapan, permen, dan semua yang dikonsumsi pada hari itu (Darwin, 2013).
Pemanis gula sangat sering kita jumpai di pasaran, yang paling umum kita gunakan adalah gula pasir. Namun, selain gula pasir, masih ada beberapa jenis gula yang lain di pasaran. Menurut Darwin (2013), gula terbagi beberapa jenis, yaitu : gula pasir, Gula Pasir Kasar (Crystallized Sugar), Gula Balok atau Gula Dadu, Gula Icing atau Icing Sugar atau Confection Sugar, Gula Batu, Brown Sugar(dari tetesan tebu), gula merah dan gula aren.
Selain gula-gula alami, banyak juga gula-gula yang terbuat dari proses kimiawi yang dijual di pasaran. Banyak orang berusaha untuk menghindari gula, dan berlaih ke gula buatan. Gula buatan ini disebut juga gula rendah kalori atau yang dikenal pemanis buatan (artificial sweeteners).

Lalu, apa itu Gula rendah kalori?
Pemanis buatan (artificial sweeteners) merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis dalam makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Senyawa yang secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan pemanis alami. Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan pemanis buatan untuk bahan tambahan minuman atau makanan jauh lebih murah dibanding penggunaan pemanis alami (BPOM, 2004).
            Namun, jenis gula ini bila dikonsumsi secara berkala akan berdampak tidak baik untuk tubuh. Menurut Darwin (2013) ada 3 jenis gula buatan, seperti:
a.       High Fructose Corn Syrup Gula jenis ini terbuat dari tepung jagung sebagai bahan baku, memiliki tekstur cair seperti syrup. Gula jagung memiliki tingkat kemanisan yang sangat inggi, 1,8 kali dibanding dengan gula biasa. Dimana rasa manis tersebut akan meningkatkan rasa lapar sehingga tubuh menginginkan karbohidat berlebih.
b.      Sorbitol, saditol, dan Maninitol Gula jenis ini terdapat dalam permen bebas gula, obat batuk, serta makanan dan minuman berlabel ‘diet’. Gula buatan ini akan menghambat proses metabolisme alami tubuh kita karena tidak dapat dicerna secara baik oleh tubuh.
c.       Saccharin dan Aspartame Gula jenis ini sering digunakan dalam minuman rendah kalori dan rendah gula. Keduanya mengandung kalori yang rendah, namun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi.

 Lalu, Mana yang lebih baik?

Plus minus gula pasir
Gula pasir memiliki rasa yang paling enak jika dibandingkan dengan pemanis buatan. Beberapa jenis pemanis buatan meninggalkan after taste seperti rasa pahit, misalnya. Gula pasir juga diperoleh dari bahan alami yaitu tebu, sehingga kecil kemungkinannya menimbulkan alergi atau reaksi lainnya. Sementara pemanis buatan, contohnya aspartam, mengandung fenilalanin yang sangat berbahaya bagi mereka yang menderita fenilketonuria.
Namun, gula pasir mengandung kalori yang cukup tinggi. Tiap satu sendok makan gula pasir mengandung kurang lebih 37 kalori. Jika Anda menggunakan dua sendok makan untuk membuat teh, maka total kalori yang Anda konsumsi sudah sebesar 74 kalori, hanya dari gula saja. Dan sering kali kita tidak sadar sudah berapa banyak gula yang kita konsumsi. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan berat badan yang akan diikuti dengan meningkatnya risiko penyakit lain. Tidak hanya penyakit degeneratif, Anda juga rentan mengalami sakit gigi.

Kelebihan pemanis buatan
Pada dasarnya pemanis buatan (artificial sweeteners) merupakan senyawa yang secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Tingginya tingkat kemanisan pemanis buatan, menyebabkan penggunaannya hanya dalam jumlah kecil sehingga dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan pemanis buatan juga jauh lebih murah dibandingkan sukrosa. Seperti diketahui, sukrosa sebagai bahan pemanis alamiah memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, yaitu sebesar 251 kal/100 gram bahan (Usmiati & Yuliani 2007).
            Dengan jumlah kalori yang sedikit bahkan hampir tidak ada pemanis buatan sering digunakan dalam produk yang dikhususkan bagi mereka yang sedang diet. Sebagai perbandingan, jika berat badan Anda kurang lebih 55 kg dan Anda menyeduh kopi menggunakan dua sachetpemanis buatan, maka Anda bisa mengonsumsi sekitar 116 gelas kopi untuk mencapai batas maksimum konsumsi pemanis buatan dalam sehari. Hal ini disebabkan oleh tingkat kemanisan pemanis buatan yang jauh lebih tinggi dari gula biasa. Aspartam misalnya, tingkat kemanisannya 200 kali lipat jika dibandingkan dengan sukrosa atau gula pasir. Bandingkan berapa banyak kalori yang Anda konsumsi jika Anda menyeduh 116 gelas kopi menggunakan gula pasir. Penggunaan pemanis buatan jelas bisa memotong jumlah asupan kalori Anda yang berasal dari gula.
Selain itu pemanis buatan cenderung tidak meningkatkan kadar gula darah, karena memang bukan termasuk karbohidrat. Berbeda dengan gula pasir yang termasuk golongan karbohidrat dan dapat memicu kerja insulin ketika dikonsumsi. Maka pemanis buatan sering pula ditemukan dalam produk khusus bagi penderita diabetes.

Kekurangan pemanis buatan
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan melalui hewan percobaan, misalnya di Institut Kanker Nasional di Amerika bahwa efek langsung bahan pemanis buatan adalah penyebab kanker. Maka dari itu dalam penggunaannya harus hati-hati, tidak berlebihan artinya dalam dosis yang tinggi akan tetap menyebabkan timbulnya gejala-gejala tertentu (Linda, 2006). Selain mengakibatkan kanker, pemanis buatan juga dapat menyebabkan radang saluran nafas, migrain, dan gigi keropos jika penggunaannya melebihi batas yang ditentukan. Pada penelitian Bigal dan Krymchantowski (2006), sucralose dapat mengakibatkan migrain jika berlebihan.
Bagaimana dengan Aspartam? Pemanis buatan ini juga menimbulkan kontroversi karena efek samping yang ditimbulkannya. Tingkat kemanisannya bisa 180-200 kali lebih manis dari gula biasa dan saat ini banyak digunakan sebagai gula diet. Contohnya Nutrasweet & Equal.
Berdasarkan penelitian, ternyata di dalam tubuh, Aspartam akan terurai menjadi komponen yang bisa membahayakan kesehatan, yaitu :
1. Fenil alanin
Fenil alanin sendiri sebenarnya termasuk asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh dan tidak akan menjadi masalah bagi mereka yang kondisi tubuhnya sehat tanpa gangguan. Namun bagi mereka yang tidak dapat mencerna fenil alanin itu secara normal, kelebihan fenil alanin itu malah dapat berakibat pada keterbelakangan mental. Karena itu, produk yang menggunakan Aspartam juga harus mencantumkan label peringatan mengenai bahaya ini. Namun, pada kenyataannya tidak.
2. Metanol
Metanol ini di dalam tubuh akan terurai menjadi formalin & asam semut. Kita sudah tahu formalin saat ini banyak digunakan sebagai pengawet, dan ternyata formalin dapat merusak retina mata sehingga mengganggu penglihatan.
Oleh FDA Amerika & juga BPOM Indonesia, telah ditetapkan batasan pemakaian Aspartam yaitu 50mg/kg BB.
Pemanis buatan yang juga digunakan adalah Sucralose, yang juga dikenal dengan merk dagang “Splenda” di Amerika dan dikatakan lebih aman daripada Aspartam karena dibuat dari gula tebu dan diproses secara kimia. Walaupun telah disetujui pemakaiannya oleh FDA pada tahun 1998, dan juga dinyatakan aman untuk konsumsi manusia, ternyata sucralose tidak dibuat dari gula tebu, namun dari bahan kimia. Akibatnya tubuh kita tidak sepenuhnya dapat mencerna sucralose, dan akhirnya masih tersisa sekitar 15% dari sucralose yang kita konsumsi ada dalam tubuh kita.
Berdasarkan penelitian, di dalam sucralose terkandung zat klorokarbon, sejenis pestisida seperti DDT, yang terbukti pada hewan uji dapat mengakibatkan pembengkakan pada hati & ginjal, pengapuran di ginjal dan memperkecil kelenjar timus ,yang berperan dalam system kekebalan tubuh. Oleh FDA, pemakaian sucralose dibatasi hanya 0-15mg /kg BB.

Bagaimana Metabolisme pemanis buatan dalam Tubuh
Dalam penelitian, natrium sakarin yang dikonsumsi tikus percobaan secara terus menerus dalam waktu yang lama (minimal 10 minggu) dengan dosis melebihi ketentuan dapat menimbulkan anemia dan peningkatan, kadar bilirubin, SGPT, dan SGOT meningkat. Secara normal kedua enzim (SGPT, SGOT) ini ditemukan di darah dalam jumlah sedikit. Kalau kadar kedua atau salah FA Sasi/Jurnal MIPA 35(2) (2012) satu dari enzim ini dalam aliran darah meningkat, hal itu merupakan petunjuk bahwa sel-sel hati mengalami kerusakan. Pemberian natrium sakarin terlalu lama dapat meningkatkan jumlah leukosit dan limfosit atau sel-sel radang lainnya. Akan tetapi, kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit menurun jika dibandingkan dengan normal. Natrium sakarin yang diberikan dalam dosis tunggal memiliki sifat retensi atau tersisa dalam organ tubuh mencit. Kalau diberi dosis terus menerus atau dosis berulang, natrium sakarin yang tersisa mengalami akumulasi. Natrium sakarin yang tertimbun dalam organ akan bersifat racun terhadap organ tersebut, akibatnya organ akan mengalami kerusakan bahkan dapat menimbulkan tumor (Demacario & Macario 2000).
Selain natrium sakarin, pemanis buatan lainnya adalah siklamat. Sebesar 0.1-8% dari total siklamat yang masuk ke dalam tubuh manusia diubah menjadi sikloheksilamin, namun berbeda tiap individu untuk jumlah yang diekskresikan (dapat mencapai 60% dari total yang masuk kedalam tubuh) . Sebagian siklamat yang tidak diabsorbsi tubuh akan dikonversi oleh mikroflora gastrointestinal menjadi sikloheksilamin yang dapat diabsorbsi oleh usus (Drasar et al. 1972). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bauchinger et al. (1970), menunjukkan bahwa konsumsi siklamat secara rutin dalam jangka panjang mengakibatkan terjadinya aberasi kromosomal pada limfosit dan kandung kemih. Aberasi kromosom disebabkan oleh adanya interaksi antara sikloheksilamin dan protein regulator gen kanker (Dick et al. 1974).(RHj)

Daftar Pustaka
Artificial Sweeteners and Other Sugar Substitutes. (2015, August 20). Retrieved from Mayo Clinic: http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/nutrition-and-healthy-eating/in-depth/artificial-sweeteners/art-20046936?pg.
Bauchinger M, Schmid E, Pieper M & Zollner N. 1970. Cytogenetic effects of cyclamateon human peripheral lymphocytes in vivo. Deutch Med Wochenschr. 95: 2220–2223
Demacario EC & Macario AJL. 2000. Stressors, stress and survival; overview. Frontiers Biosci
5: 780-786.
Dick CE, Schniepp M, Sonders RC & Wiegand RG. 1974. Cyclamate and cyclohexylamine: Lack of effect on the chromosomes of man and rats in vivo. Mutant Res. 26: 199–203.
Huang KL, Wu CP, Chen YL, Kang BH & Lin YC. 2007. Heat stress attenuates air bubble-induced acute lung injury: a novel mechanism of diving acclimatization. J Appl Physiol 94: 1485 – 1490
Usmiati S & Yuliani S. 2007. Pemanis alami dan buatan untuk kesehatan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 10(1): 13-17.
Y Utomo, A Hidayat, M Dafip, dan FA Sas. 2012. STUDI HISTOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI PEMANIS BUATAN. Jurnal MIPA 35 (2): 122-129 (2012). Jurusan Biologi, FMIPA UNNES, Indonesia.
Wilson, J., Landau, E., & Christensen, J. (2013, August 14). Real or Fake Sugar: Does it matter? Retrieved from CNN: http://edition.cnn.com/2013/07/15/health/artificial-sweeteners-soda/

Komentar