Ketahanan Pangan di Indonesia pada Masa Pandemi COVID
– 19
Pandemi COVID-19 bukan hanya berdampak bagi
kesehatan, tetapi juga berdampak pada hampir seluruh sektor dalam sistem
kehidupan masyarakat. Salah satu sektor strategis yang paling terdampak adalah ketahanan
pangan yang berperan penting bagi kehidupan masyarakat. Keadaan ini menimbulkan keresahan baru bagi masyarakat
mengenai ketersediaan pangan di Indonesia. Seperti yang sudah dilansir oleh
organisasi pangan dunia seperti FAO (Food and Agricultire Organization), IFPRI
(International Food Policy Research Institute), dan UN (United Nation), pandemi
COVID – 19 dapat memunculkan krisis pangan baru yang mempengaruhi ketahanan
pangan suatu negara, baik itu negara miskin maupun negara berkembang. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat kehilangan
akses pangan yang bisa mengancam kehidupan kita semua. Di Indonesia sendiri, dan juga negara
lain yang memiliki tingkat ekonomi serupa atau di bawah Indonesia, masalah
akses pangan yang timbul umumnya dipengaruhi penghasilan masyarakat yang tidak
memadai, bahkan sekedar untuk membeli pangan pokok. Banyaknya masyarakat yang
kehilangan pekerjaan akibat COVID - 19, menyumbang andil pada menurunnya
ketahanan pangan sampai masyarakat harus bergantung pada bantuan pangan dari
pemerintah.
Setidaknya, ada tiga pilar dalam
ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas. Pemenuhan
ke – 3
pilar tersebut dapat menjadi masalah di
saat pandemi COVID-19 seperti saat ini. Kegagalan mewujudkan ketahanan pangan
dapat berujung pada kondisi kerawanan pangan yang kronis, yaitu kondisi dimana
masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan minimal dalam periode waktu
yang lama.
Pemerintah telah menyiapkan banyak
kebijakan untuk menjaga ketahanan pangan di Indoneisa. Yang pertama adalah
menaikkan Nilai Tukar Petani (NTP). NTP adalah perbandingan indeks harga yang
diterima petani (lt) terhadap indeks harga yang dibayar petani (lb). NTP
merupakan salah satu indicator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani
di perdesaan. Per-bulan Oktober, NTP petani naik 0,58% dari 101,66% hingga
102,25%. Meskipun NTP sudah dinaikkan, muncul permasalahan lain yaitu ketersediaan
fasilitas untuk bertani tidak merata. Di beberapa daerah di Indonesia,
dilaporkan bahwa petani mengalami kesusahan dalam mencari pupuk dan pembasmi
hama. Harga pembasmi hama kian hari juga kian mahal, hal tersebut membuat
petani kesusahan, padahal jika tanaman tani mereka terkena hama, petani bisa
rugi berlipat ganda. Bukan hanya itu saja, tapi juga hasil pertanian akan
berkurang akibat gagal panen. Hal ini belum mendapatkan sorotan yang lebih dari
pemerintah. Diharapkan kedepannya pemerintah bisa memberikan kebijakan mengenai
penyebaran fasilitas tani yang lebih merata.
Selain itu, pemerintah sudah menyiapkan berbagai
strategi untuk menjaga ketahanan pangan di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 267 juta penduduk
Indonesia, Presiden memerintahkan jajarannya untuk membuka lahan sawah baru di
seluruh wilayah Indonesia. Kabarnya pemerintah berencana membuka lahan baru seluas
164.598 hektar di Kalimantan Tengah yang diperuntukkan sebagai lahan sawah.
Pasalnya, pembukaan lahan baru ini cukup kontroversial karena dilakukan dengan
cara membakar hutan atau membakar lahan yang telah ada. Menurut kami, cara
tersebut kurang tepat dilakukan, karena hutan sendiri merupakan habitat bagi
banyak satwa. Masih banyak cara untuk mempertahankan ketahanan pangan selain
dengan membuka lahan baru. Meskipun pembukaan lahan baru merupakan cara yang
sangat efektif untuk mempertahankan ketahanan pangan, namun menurut kami,
pembukaan lahan baru haruslah ditempatkan di pilihan terakhir untuk menjaga
ketahanan pangan. Beberapa upaya yang bisa dilakukan
antara lain dengan memanfaatkan lahan tak produktif menjadi lahan produktif. Contohnya, jika di sekitar halaman
rumah terdapat lahan kosong, bisa digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Kita
juga bisa meniru negara Jepang, meskipun lahan yang dimiliki tidak banyak,
namun setiap rumah memiliki area untuk bercocok tanam. Banyak contoh yang sudah dilakukan, misalnya menanam padi di
pekarangan rumah (nonsawah), tanam padi hidroponik, tanam padi berumur pendek,
ataupun tanaman padi terintegrasi dengan pemeliharaan ikan.
Ketahanan pangan tidak selalu tentang
bertani dan bercocok tanam saja. Menurut
undang – undang nomor 18 tahun 2012 ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Sehingga,
salah satu kebijakan pemerintah untuk menangani
ketahanan pangan pada saat pandemi adalah dengan membantu sektor ekonomi
masyarkat, supaya pangan bagi setiap keluarga dan perseorangan terpenuhi.
Pemerintah membantu masyarakat dengan membagikan bantuan sosial melalui
pembagian sembako dan pemberian uang tunai dari berbagai pos dana sosial.
Kebijakan tersebut memang berperan penting menyelamatkan masyarakat yang perlu
dibantu, namun tidak efektif untuk ketahanan pangan jangka panjang di tengah
ketidakpastian kapan pandemi berakhir. Melihat kenyataan di masyarakat, banyak
penerima bantuan yang menyalahgunakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah.
Uang tunai yang diberikan untuk pangan disalahgunakan, kebanyakan masyarakat
menggunakan uang tersebut untuk membeli kebutuhan sekunder dan tersier. Selain
itu, penyebaran pemberian bantuan dirasa kurang merata. Meskipun dari pihak RT,
RW, serta kelurahan/desa telah memilih keluarga yang butuh bantuan, terkadang
setelah diberikan ke pihak yang memegang kekuasaan lebih tinggi, hasilnya
berbeda. Hal itu yang menyebabkan ada beberapa keluarga yang sangat membutuhkan
bantuan namun malah tidak menerima bantuan, dan sebaliknya keluarga yang mampu
malah menerima bantuan.
Dibalik
kebijakan pemerintah yang sudah maksimal, namun apabila tidak didukung pihak
yang paling penting, yaitu pengelola pangan, maka kebijakan tersebut tidak akan
berjalan lancar. Pada masa ini, terkadang ada beberapa waktu dimana harga
sembako sangatlah tinggi, hal tersebut terjadi dikarenakan hasil pangan yang
menurun. Menurut informasi dan artikel yang kami dapatkan, penyebab hal
tersebut terjadi adalah karena petani hanya terfokus pada musim tanam dan
tanamannya saja. Padahal ada banyak tanaman yang bisa petani tanam sembari
menunggu musim tanam suatu tumbuhan tiba.
Selain itu, dampak dari Omnibus Law mulai terasa di
Indonesia. Beberapa investor asing mulai berdatangan dan mengambil alih lahan.
Bahkan ada beberapa yang secara terang – terangan merombak lahan milik
masyarakat Indonesia. Hal tersebut berdampak buruk bagi masyarakat Indonesia.
Padahal, masyarakat Indonesia memiliki hak untuk mengolola lahannya sendiri,
namun lahan tersebut sudah diambil alih oleh investor asing. Jika dibiarkan,
para petani bisa kehilangan pekerjaanya.
Secara keseluruhan, menurut kami pemerintah sudah
melakukan yang terbaik dalam menangani ketahanan pangan di masa pandemi ini. Pemerintah
sangat cepat dan tanggap menanggapi permasalahan ini. Serta strategi yang
dikeluarkan pemerintah baik itu jangka pendek,, jangka menengah, dan jangka
panjang sudah sangat memuaskan. Namun masih ada Sebagian kebijakan yang kurang
maksimal. Oleh karena itu, kami menyatakan tuntutan sebagai berikut :
1.
Kami setuju dengan pemberian bantuan sosial baik itu bantuan
langsung tunai, ataupun pembagian sembako. Namun kami mendesak pemerintah untuk
memperbaharui data supaya pemberian bantuan tidak salah sasaran. Kami juga
menuntut pengoptimalan kebijakan tersebut.
2.
Kami tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam
pembukaan lahan baru dengan membakar hutan atau ladang yang sudah ada. Kami
mendesak pemerintah untuk lebih baik memaksimalkan lahan dan pertanian yang ada
terlebih dahulu sebelum membuka lahan baru.
3.
Kami mendesak pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan
para petani di Indonesia. Supaya lahan pertanian yang sudah ada, pemanfaatannya
lebih maksimal. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia yang
berkualitas.
4.
Kami mendesak pemerintah untuk tidak dengan bebas
menyerahkan lahan kepada investor asing. Karena, masyarakat Indonesia memiliki
hak mengatur dan mengelola lahannya sendiri terlebih dahulu. Pihak pribumi,
juga berhak ikut andil untuk mengelola lahan tersebut.
Komentar
Posting Komentar