Oleh : Rahmi Hijriani
Sifat
alami manusia yang tidak pernah cukup mengubah pola fikir seseorang menjadi
terpaku akan sesuatu. Adanya perbedaan tubuh ideal dan tidak ideal sebagai
salah satu dampak yang saat ini sangat melekat di benak masyarakat.Tubuh ideal
identik dengan fisik yang sempurna, cantik, langsing, tinggi, dan atletis.Dari
situ lah muncul berbagai penilaian orang tentang bentuk tubuh atau yang dikenal
dengan Body Image.Presepsi seperti inilah yang
kemudian menimbulkan banyak perilaku-perilaku negatif bahkan gangguan
psikologis pada seseorang karena ambisinya untuk mendapatkan tubuh yang ideal.Berikut
akan dibahas lebih lanjut mengenai
factor- factor yang mempengaruhi dan gangguan yang disebabkan persepsi
terhadap Body Image.
a. Body
image
Body
Image adalah konsep pribadi seseorang tentang
penampilan fisiknya, dimana masing-masing orang memiliki persepsi sendiri pada
tubuhnya (Cash 2008). Body image merupakan sikap individu terhadap
tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya.Perasaan
mengenai citra diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, feminitas
dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan dan kekuatan (Romansyah & Natalia
2012).
Periode
penting terkait dengan perkembangan body image terjadi pada masa remaja
awal, khususnya bagi para remaja putri. Perkembangan remaja putri pada masa
remaja awal terkait dengan meningkatnya berat badan, body image yang
negatif, dan dorongan yang kuat untuk memiliki tubuh yang kurus serta melakukan
diet (Levine & Smolak dalam Cash & Pruzinsky, 2002). Gross (dalam
Santrock, 2003) mengungkapkan bahwa para remaja putri seringkali tidak puas
dengan keadaan tubuhnya dikarenakan bertambahnya lemak tubuh pada diri mereka,
sedangkan para remaja putra menjadi lebih puas karena massa otot mereka
meningkat. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kecenderungan untuk menjadi
gemuk (overweight) ataupun obesitas menjadi sumber keprihatinan bagi
para remaja putri. Obesitas itu sendiri merupakan kelebihan berat badan sebagai
akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Hasdianah, dkk., 2014).
Sebagaimana
yang terjadi di Indonesia, berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, bahwa prevalensi nasional obesitas umum pada
perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki dan meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2013, prevalensi nasional obesitas umum pada perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki, yaitu 32,9% dibanding 19,7%. Berdasarkan data
tersebut, terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada perempuan dari tahun
2007 sebesar 13,9% dan pada tahun 2010 sebesar 15,5%. (Riset Kesehatan Dasar,
2013).
Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh (body image)
seseorang (Cash & Pruzinsky, 2002), yaitu 1) sosialisasi kebudayaan, 2)
pengalaman-pengalaman interpersonal, 3) karakteristik fisik, 4) faktor
kepribadian.Pada faktor kepribadian, self-esteem merupakan faktor yang
sangat penting terkait dengan perkembangan body image. Seseorang yang
memiliki self-esteem yang positif akan mengembangkan evaluasi yang
positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya seseorang yang memiliki self-esteem
yang buruk akan meningkatkan body image yang negatif. Cash (dalam
Seawell & Burg, 2005), mengungkapkan bahwa terdapat lima aspek pada body
image (citra tubuh), yaitu 1) appearance evaluation (evaluasi
penampilan), 2) appearance orientation (orientasi penampilan), 3) body
areas satisfaction (kepuasaan terhadap bagian tubuh), 4) overweight
preoccupation (kecemasan untuk menjadi gemuk), 5) self classified weight
(pengkategorian tubuh).
b. Self-
esteem
Self-esteem
merupakan sikap
seseorang berdasarkan persepsi tentang bagaimana ia menghargai dan menilai
dirinya sendiri secara keseluruhan, yang berupa sikap positif atau negatif
terhadap dirinya (Rosenberg, 1965 dalam Mruk, 2006). Self-esteem itu
sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan body
image. Seseorang yang memiliki self-esteem yang positif akan
mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya
seseorang yang memiliki self-esteem yang buruk akan meningkatkan body
image yang negatif (Cash & Pruzinsky, 2002).
Pada
masa remaja awal, terjadinya berbagai perubahan terutama perubahan fisik
membuat para remaja putri menunjukkan perhatian yang sangat besar pada bentuk
tubuhnya. Remaja putri yang mengalami obesitas akan lebih merasa tidak puas
dengan tubuhnya dan merasa malu dengan berat badan yang dimiliki dibandingkan
dengan teman-teman sebayanya yang memiliki berat badan normal, sehingga hal
tersebut menyebabkan mereka mengembangkan body image yang negatif
(Schwartz & Brownell, 2004).
Shroff
& Thompson (2006) juga mengungkapkan bahwa remaja putri yang mengalami obesitas
lebih tidak puas dengan tubuhnya yang mengarah pada terbentuknya body image negatif
dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki berat badan normal.Bagi para
remaja putri, pembicaraan mengenai penampilan dan berat badan sangatlah
sensitif.Tekanan yang diterima dari teman-teman sebaya untuk memiliki tubuh
yang kurus sangat terkait dengan internalisasi yang kuat terhadap ketidakpuasan
pada tubuh yang dimiliki.Tekanan-tekanan yang berasal dari teman-teman sebaya,
mempengaruhi para remaja dalam berperilaku untuk menyesuaikan diri dengan
kelompok teman-teman sebayanya.
Sebab
itu pada masa remaja awal, para remaja putri cenderung memiliki self-esteem yang
rendah (Guindon, 2010). Terlebih lagi para remaja putri yang obesitas
mengakibatkan stigma negatif, yang membawa konsekuensi psikologis maupun
sosial, dimana menimbulkan kecemasan sosial, depresi, body image yang
negatif, dan rendahnya kepuasan hidup karena mereka lebih sering ditolak dan
dikucilkan oleh teman-temannya. Remaja putri yang mengalami obesitas lebih
banyak mengalami diskriminasi dibandingkan dengan remaja putra terkait dengan
interaksi sosial dengan teman sebayanya yang mengakibatkan mereka tidak puas
dengan keadaan tubuhnya sehingga membentuk body image yang negatif
(Pearce, dkk., 2002).
Coopersmith
(1967 dalam Mruk, 2006) menyatakan bahwa self-esteem merupakan evaluasi
individu dan kebiasaan memandang dirinya sendiri, yang mengarah pada penerimaan
atau penolakan, serta keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki, atau
dengan kata lain self-esteem merupakan penilaian personal mengenai
perasaan berharga yang diungkapkan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya.
Cobb (2000) juga menyatakan bahwa harga diri (self-esteem) merupakan
penilaian seseorang terhadap dirinya, apa yang diyakini, baik penilaian yang
positif maupun negatif tentang diri mereka. Berdasarkan paparan-paparan diatas
mengenai definisi self-esteem, maka dapat disimpulkan bahwa self-esteem
merupakan penilaian individu tentang bagaimana ia menghargai dan menilai
dirinya sendiri secara keseluruhan, yang berupa sikap positif atau negatif
terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya.
Remaja
yang memiliki body image positif menunjukkan bahwa mereka merasa puas
terhadap bentuk tubuh dan penampilannya.Mereka tidak peduli dengan figur wanita
ideal yang ada di masyarakat, namun mereka menerima segala perubahan pada
bentuk tubuhnya. Berbeda dengan remaja yang memiliki body image negatif,
yang merasa bentuk tubuh dan penampilannya tidak sesuai dengan apa yang ada di
media maupun apa yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya. Body image yang
negatif akan berdampak pada rendahnya self-esteem yang dimiliki, stress
secara emosional, kebiasaan perilaku diet yang tidak sehat, kecemasan,
depresi, gangguan makan, kesehatan seksual yang terancam, social withdrawal,
dan berhenti melakukan kegiatan olahraga (http://wellbeing.
rice.edu/bodyimage). Berdasarkan hasil analisis data, maka diperoleh kesimpulan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self-esteem dengan body
image pada remaja awal yang mengalami obesitas.
Hubungan
antara kedua variabel tersebut menghasilkan koefisien korelasi yang positif,
yang berarti bahwa semakin tinggi self-esteem yang dimiliki oleh remaja
awal yang mengalami obesitas, maka semakin positif pula body image mereka..Bagi
remaja awal yang mengalami obesitas disarankan untuk lebih menghargai tubuh
yang dimiliki dan menggali potensi dalam diri.Sehingga nantinya para remaja
awal, khususnya remaja putri dapat menilai dirinya secara lebih positif. Bagi
keluarga, interaksi sosial dari anggota keluarga berupa komentar dan kritik
yang diberikan oleh anggota keluarga mengenai penampilan fisik akan berpengaruh
terhadap perkembangan citra tubuh (body image) para remaja. Oleh karena
itu, diharapkan para anggota keluarga, khususnya orang tua memberikan bimbingan
terkait dengan perkembangan fisik dan dukungan kepada para remaja awal
khususnya remaja putri yang mengalami obesitas.
Begitu
juga pada kondisi tertentu persepsi terhadap bentuk tubuh dapat menimbulkan kelainan-kelainan
fisiologi seperti:
1.
ANOREKSIA
NERVOSA
Menurut DSM-IV,
anoreksia nervosa (AN) dimaksudkan dengan “keengganan untuk menetapkan berat
badan kira-kira 85% dari yang diprediksi, ketakutan yang berlebihan untuk
menaikkan berat badan, dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus
berturut-turut.”
AN terbagi
kepada dua jenis. Dalam jenis restricting-tye anorexia, atinya menurunkan
berat badan dengan berdiet saaja tanpa makan berlebihan (binge eating)
atau muntah kembali (purging). Mereka tidak mengkonsumsi karbohidrat dan
makan mengandung lemak. Manakala pada tipe binge-eating/purging,
individu tersebut makan secara berlebihan kemudian memuntahkannya kembali
secara segaja (APA, 2005)
1.1 Gambaran
Klinis
Kebanyakan orang
dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan kelebihan berat badan,
walaupun sebenarnya mereka menderita kelaparan atau malnutrisi. Makan, makanan
dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi. Seseorang dengan AN akan sentiasa
mengukur berat badannya berulang kali, menjaga porsi makanan dengan
berhati-hati, dan makan dengan kuantiti yang sangat kecil dan terhadap pada
sebagian makanan (Wonderlich et al, 2005).
Kebanyakan
pasien dengan AN juga akan mempunyai masalah psikiatri dan macam-macam penyakit
fisik, termasuk depresi, ansietas, perilaku terasuk (obsessive),
penyalahgunaan zat, komplikasi kardiovaskular dan neurologis, dan perkembangan
fisik yang terhambat (Becker et al, 1999). Gejala lain yang mungkin
terlihat dari waktu ke waktu termasuk penipisan tulang (osteopenia atau
osteoporosis), rambut dan kuku yang rapuh, kulit yang kering dan kekuningan,
perkembangan rambut halus dikeseluruhan tubuh (misalnya, lanugo), anemia
ringan, kelemahan dan kehilangan otot, konstipasi berat, tekanan darah rendah,
pernafasan dan pols yang melemah, penurunan suhu tubuh internal; menyebabkan
orang tersebut sering merasa dingin, dan kelesuan (Wonderlich, 2005).
2.
Bulimia Nervosa
2.1 Definisi
Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan
berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori
(muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai
dengan perasaan subjektif , akan kehilangan nafsu ketika makan. Muntah yang dilakukan secara
sengaja dan berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan
tiroksin juga dapat terjadi (Chavez dan Insel, 2007).
DSM-IV
membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan nonpurging.Pada tipe purging,
individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau
menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe nonpurging,
individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe
purging, seperti berpuasa atau muntah secara berlebihan.
2.2 Gambaran Klinis
BN digolongkan pada orang yang mengalami episode konsumsi makanan
dengan jumlah yang sangat banyak (misalnya, binge-eating) secara rekuren
dan sering, dan merasakan kurangnya penguasaan terhadap makan.Perilaku binge-eating
diikuti dengan perilaku yang mengkompensasi binge dengan
menyingkirkan makanan yang dimakan (misalnya, muntah, penggunaan obat cuci
perut atau diuretik yang berlebihan), berpuasa atau senaman yang berlebihan
(APA, 2005).
Tidak seperti AN, orang yang menderita BN dapat jatuh kepada
golongan dengan berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka.Akan tetapi,
seperti AN, mereka juga mempunyai ketakutan untuk pertambahan berat badan, dan
sangat nekad untuk mengurangi berat badan, merasa ketidakbahagiaan hebat atas
ukuran dan bentuk tubuh.Kebiasaannya, perilaku bulimia adalah rahasia, karena
selalu disertai dengan perasaan jijik dan malu.Siklus perilaku binging dan
penyingkiran ini selalu berulang selama beberapa kali dalam seminggu (APA,
2005).
Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai
penyakit psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan
penyalahgunaan zat.Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek
penyingkiran penyakit, termasuklah ketidakseimbangan elektrolit, masalah
gastrointestinal, dan masalah berkaitan dengan rongga mulut dan gigi (APA,
2005).
Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit
tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan enamel
gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada pemaparan
terhadap asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal distress dan
iritasi akibat penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada ginjal akibat
penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan cairan dari
tubuh (APA, 2005).
Gangguan mood
adalah sering terjadi pada pasien dengan BN dan simptom cemas dan tegang (tension)
sering dialami (Chavez dan Insel, 2007). Kebanyakan pasien dengan BN
mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan mood dan perilaku
yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan
obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan
perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahsiakannya daripada keluarga dan
teman-teman. (APA, 2005)
Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa
sebanyak 29,27% atau 12 subjek memiliki body image rendah, yang
menunjukkan bahwa subjek memiliki body image negatif. Subjek yang
memiliki body image negatif lebih banyak dibandingkan hanya 3 subjek
yang memiliki body image positif dengan persentase sebesar 7,32%. Pada
kategorisasi self-esteem juga menunjukkan bahwa sebanyak 24,39% atau 10
subjek berada dalam kategori self-esteem yang rendah. Subjek yang
memiliki self-esteem yang rendah lebih banyak dibandingkan hanya 6
subjek yang memiliki self-esteem yang tinggi dengan persentase sebesar
14,63%. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sebanyak 29,27% atau 12 subjek memiliki body image rendah,
yang menunjukkan bahwa subjek memiliki body image negatif. Subjek yang
memiliki body image negatif lebih banyak dibandingkan hanya 3 subjek
yang memiliki body image positif dengan persentase sebesar 7,32%. Pada
kategorisasi self-esteem juga menunjukkan bahwa sebanyak 24,39% atau 10
subjek berada dalam kategori self-esteem yang rendah. Subjek yang
memiliki self-esteem yang rendah lebih banyak dibandingkan hanya 6
subjek yang memiliki self-esteem yang tinggi dengan persentase sebesar
14,63%.
Berdasarkan
hasil analisis data, maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara self-esteem dengan body image pada remaja awal
terutama remja yang mengalami obesitas. Hubungan antara kedua variabel tersebut
menghasilkan koefisien korelasi yang positif, yang berarti bahwa semakin tinggi
self-esteem yang dimiliki oleh remaja awal yang mengalami obesitas, maka
semakin positif pula body image mereka.Adapun beberapa saran untuk remaja
awal yang mengalami obesitas dan keluarga.Bagi remajaawal yang mengalami
obesitas disarankan untuk lebih menghargai tubuh yang dimiliki dan menggali
potensi dalam diri.Sehingga nantinya para remaja awal, khususnya remaja putri
dapat menilai dirinya secara lebih positif. Bagi keluarga, interaksi sosial
dari anggota keluarga berupa komentar dan kritik yang diberikan oleh anggota
keluarga mengenai penampilan fisik akan berpengaruh terhadap perkembangan citra
tubuh (body image) para remaja. Oleh karena itu, diharapkan para anggota
keluarga, khususnya orang tua memberikan bimbingan terkait dengan perkembangan
fisik dan dukungan kepada para remaja awal khususnya remaja putri yang
mengalami obesitas dan tetapkanlah dalam diri
bahwa memiliki tubuh yang sehat lebih penting daripada memiliki tubuh yang
kurus dengan selalu memperhatikan pola makan yang teratur lagi seimbang, serta
menambah aktifitas fisik dan syukurilah
kondisi tubuh yang kita miliki sebagaimana adanya diberikan oleh Sang Pencipta.
Referensi :
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.(2007). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007 Provinsi Jawa Timur.Jakarta, Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
.Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas
2013. Jakarta, Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Body Image.Diakses
pada tanggal 6 Oktober 2014 dari http://wellbeing.rice.edu/bodyimage/.
Cash, T.F. (2012).Cognitive-Behavioral
Perspectives on Body Image.Encyclopedia of Body Image and Human Appearance ,Vol.
1.
Cobb, N.J. (2000). Adolescence:
Continuity, change, and diversity (4th ed). California: Mayfield
Publishing Company.
Ermanza, G.H. (2010). Hubungan antara
Harga Diri dan Citra Tubuh pada Remaja Putri yang Mengalami Obesitas dari
Sosial Ekonomi Menengah Atas.Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Guindon, M.H. (2010). Self-esteem
across the lifespan: Issues and interventions (5th ed). New York :
Routledge Taylor & Francis Group.
Komentar
Posting Komentar