Pilkada 2020, Polemik di Tengah Pandemi Covid-19

 

PILKADA 2020 : Polemik di Tengah Pandemi Covid-19

Sejak dikeluarkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, serta Walikota dan wakil Walikota tidak lagi dipilih oleh angogota DPRD melainkan dengan cara demokratis, yaitu melalui penyelenggaraan pilkada. Terhitung sejak tahun 2015, Indonesia sudah tiga kali mengadakan pilkada atau pemilukada serentak.

Sama halnya di tahun 2020 ini, seharusnya dilaksanakan Pilkada serentak yang keempat di bulan September. Namun, dalam rangka penanggulangan penyebaran  COVID-19 sebagai bencana nasional diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa, baik di tingkat pusat maupun daerah, salah satunya yaitu dengan dilakukannya penundaan tahapan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020, sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2020. Dalam tahapan Pilkada terbaru, KPU menyebutkan periode kampanye akan dilaksanakan 11 September - 5 Desember 2020. Sedangkan untuk pemungutan suara rencananya akan dilaksanakan serentak di 294 daerah pada 9 Desember 2020 mendatang. Ada 9 provinsi yang akan menggelar Pilkada Serentak 2020, dengan 224 wilayah kabupaten utnuk tingkat kabupaten dan untuk tingkat kota ada 37 kota pada 32 provinsi. Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia menyatakan hal tersebut telah menjadi kesepakatan bersama antara Komisi II DPR, Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, dan Ketua DKPP.

Selanjutnya, KPU telah merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19. PKPU ini mengatur secara spesifik di antaranya soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring. Selain itu, dilakukan penegakan disiplin dan sanksi hukum yang tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP.

Secara hukum, pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi memiliki payung hukum yang kuat, yakni Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Dalam Pasal 201A ayat 1) dan 2) disebutkan dengan jelas bahwa Pemungutan suara serentak akan ditunda dan akan dilaksanakan pada bulan Desember 2O2O. BNPB sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penanganan pandemi Covid-19 tentu di dalamnya berisi para ahli kesehatan, ahli pandemiologi, dan para pakar, telah memberikan surat jawaban bahwa tahapan Pilkada dapat dilanjutkan dengan memenuhi protokol kesehatan. Dari 294 daerah yang melaksanakan Pilkada pada 2020, tidak semua daerah rawan Covid-19. Hanya 15 persen yang menerapkan PSBB dan 16 kabupaten/kota yang memiliki kasus Covid-19 lebih dari 100 kasus.

Tetap melaksanakan Pilkada di masa pandemi Covid-19 dengan pertimbangan guna menjaga kesinambungan demokrasi. Dalam sistem presidensial, termasuk pada pemerintahan lokal, secara konstitusi jabatan kepala daerah telah ditetapkan masa jabatannya. Menunda pilkada dalam situasi penanganan Covid-19 bisa menimbulkan konflik politik yang kontraproduktif. Standar internasional untuk pemilu yang merujuk pada Deklarasi Universal HAM 1948 dan Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Sipil dan Politik, maupun berbagai konvensi serta komitmen mengenai pemilu demokratis menyepakati salah satu standar pemilu demokratis adalah penyelenggaraan Pemilu yang berkala.  Jika Pilkada tidak digelar sesuai UU atau Perppu, akan terjadi ketidakpastian hukum dan politik. Instabilitas politik di tengah pandemi jadi taruhannya. Kecurigaan, bahkan ketidakpercayaan pada pemerintah akan meningkat. Pihak oposisi atau penantang dari kepala daerah yang diperpanjang masa jabatannya dapat  menggugat karena hak konstitusionalnya untuk mencalonkan diri jadi terhambat. 

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD juga memaparkan, menurutnya alasan Presiden Joko Widodo tetap melaksanakan Pilkada di masa pandemi Covid-19 adalah untuk menjamin hak konstitusional rakyat. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menambahkan, Presiden Joko Widodo juga menyatakan bahwa penyelenggaraan Pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, lantaran tidak ada satu pun yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Pilkada serentak ini justru harus menjadi momentum tampilnya cara-cara baru dan inovasi baru bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat dan bertindak untuk meredam dan memutus rantai penyebaran Covid-19. Dengan begitu, ahun depan pemerintah termasuk Pemda dapat fokus pada recovery ekonomi bangsa.

Keputusan Indonesia untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak di tahun ini bukannya tidak realistis sebab memiliki rujukan. Sebanyak 30 negara diketahui tetap menyelenggarakan pemilu sesuai jadwal di tahun 2020, misalnya Jerman, Perancis, dan Korea Selatan.  Ada juga beberapa negara yang menunda jadwal pelaksanaan tapi tetap menyelenggarakan pemilu di tahun 2020 misalnya Afrika Selatan, Austria, Polandia. Seperti yang diketahui, Korea Selatan sukses menyelenggarakan Pemilu DPR pada 15 April 2020 lalu. Pemilu Korea Selatan ini mencatatkan angka patisipasi pemilu terbaik sejak 1992. Kesuksesan Korea Selatan megadakan pemilu di tengah pamdemi dikaitkan dengan tiga faktor utama, yaitu sistem pemilu yang baik, penanganan Covid-19y ang sigap, dan kepercayaan masyrakat terhadap penyelenggara.

Namun sayangnya seperti yang telah diketahui, jumlah kasus infeksi Covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan. Jumlah korban jiwa akibat infeksi Covid-19 juga terus bertambah setiap harinya. Berdasarkan data perkembangan Covid-19 di Indonesia Kemenkes RI per 9 Oktober 2020, tercatan 324.658 orang positif Covid-19 sementara korban jiwa akibat infeksi Covid-19 sebanyak 11.677 orang.  Oleh sebab itu, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 ini pun tak luput dari polemik. Pilkada Serentak yang akan berlangsung pada 9 Desember tersebut dikhawatirkan menimbulkan klaster baru, mengingat penyelenggaraan Pilkada dilakukan dengan melibatkan dan mengumpulkan banyak orang.

Pengumuman pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 mendatang menuai  kontra dari berbagai kalangan. Baik masyarakat umum, organisasi masyarakat sipil, hingga dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk menunda dan meninjau kembali pelaksanaan Pilkada 2020. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyampaikan bahwa keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan penyelenggaraan Pilkada yang juga dapat berpotensi menjadi klaster baru Covid-19.

Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin menyebutkan  ditemukan sepuluh kegiatan yang tidak menerapkan protokol kesehatan secara ketat di hari pertama. Menurut data hasil pengawasan Bawaslu per 30 September 2020, terdapat 585 kegiatan kampanye di 189 Kabupaten/kota dan tercatat 70 kegiatan dikenai peringatan tertulis serta 48 kampanye dikenai tindakan pembubaran akibat melanggar protokol Covid-19.   Rata- rata pelanggaran tersebut dilakukan dengan menggelar kegiatan tatap muka dengan hadirin yang melebihi batas, sesuai PKPU Nomor 14 Tahun 2020. Selain pelanggaraan protokol kesehatan, Bawaslu turut mencatat sebanyak 50 kegiatan kampanye tidak memiliki Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP). Sedangkan dalam kampanye secara daring berdasarkan data Bawaslu per 4 Oktober 2020, ditemukan 1610 pelanggaran netralitas ASN. Faktor tingginya pelanggaran protokol Pilkada hingga fakta bahwa Ketua KPU kemudian terkonfirmasi positif Covid-19 memnjadi pertimbangan besar penundaan pemungutan suara serentak 9 Desember mendatang. Perppu Nomor 02 Tahun 2020 pasal 201A ayat (3) disebutkan dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A. Itu berarti, pelaksanaan pemungutan serentak masih mungkin mengalami penundaan mengingat bencana Covid-19 belum berakhir dan justru mengalami peningkatan.

            Selain itu, skenario pilkada serentak 2020 nampaknya perlu mengalokasikan anggaran tambahan yang cukup besar. Rincian dananya kurang lebih meliputi dana masker bagi 105 juta pemilih, alat keehatan petugas TPS, alat kesehatan panitia pemungutan suara, penambahan TPS, perubahan alat coblos, dan lain- lain yang mencapai Rp533 M. Padahal belakangan ini pemerintah Indonesia telah banyak menganggarkan dana untuk pencegahan Covid-19 serta membantu rakyat terdampak. Tidak hanya itu, pemerintah juga masih harus menyiapkan dana yang besar untuk recovery ekonomi bangsa nantinya. Koordinator Divisi Hukum, Humas dan Datin Bawaslu RI, Fritz Edwa Siregar menyatakan bahwa menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 adalah tantangan terbesar penyelenggara.Terdapat beberapa potensi pelanggaran dalam pilkada, antara lain penyalahgunaan kekuasaan oleh petahana yang sulit dibendung, merebaknya politik uang lantaran banyak masyarakat di daerah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta potensi pelanggaran terhadap prosedur dan tata cara pemungutan dan penghitungan suara yang harus memeperhatikan protokol kesehatan.

Oleh sebab itu, berdasarkan kondisi terkini kami menyatakan tuntutan sebagai berikut :

1.         Kami mendukung keputusan Presiden dan Komisi II DPR, Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, serta Ketua DKPP untuk terus melanjutkan tahapan Pilkad Serentak 2020. Keputusan ini mengingat urgensi Pilkada 2020 itu sendiri dan memikirkan rencana jangka panjang dari keadaan pandemi Covid-19.

2.         Kami mendesak Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu untuk lebih memperhatikan regulasi terkait tahap kampanye melihat banyaknya pelaksanaan kampanye yang dilakukan pasangan calon masih melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

3.         Kami mendesak Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu mengoptimalkan regulasi terkait pelaksanaan pemungutan suara. Prinsip teknis dan manajemen pelaksanaan pemungutan suara Pilkada 2020 dirasa masih kurang mengingat perkembangan pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan.

4.         Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia, terutama yang memiliki kepentingan di TPS nantinya untuk mengindahkan protokol kesehatan yang diberikan. Masyarakat seharusnya dapat lebih mandiri menjaga kesehatan tubuhnya tanpa harus didesak dengan peringatan dan sanksi.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Purwokerto,  13 Oktober 2020

Komentar

  1. Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
    mampir di website ternama I O N Q Q.ME
    paling diminati di Indonesia, ::))
    di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
    ~bandar poker
    ~bandar-Q
    ~domino99
    ~poker
    ~bandar66
    ~sakong
    ~aduQ
    ~capsa susun
    ~perang baccarat (new game)
    segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile :d
    Whatshapp : +85515373217 :* (f)

    BalasHapus

Posting Komentar